Foto : jogjapolitan.harianjogja.com

Salah satu desa di Gunung Kidul yang memiliki destinasi wisata unik dan dikembangkan secara mandiri adalah Desa Girisuko. Desa ini dulunya adalah kawasan hutan produksi. Desa Girisuko adalah desa yang mendapatkan manfaat dari Indonesia Climate Change Trust Fund pada tahun 2016. Manfaat tersebut berupa dana untuk membangun dan mengelola kawasan hutan, tata ruang desa, dan kebijakan pemerintah desa yang berkaitan dengan lingkungan hijau. Desa ini menjadi desa wisata dengan mengembangkan obyek wisata Watu Payung Turunan yang berada di Dusun Turunan, Desa Girisuko, Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Obyek wisata ini menyajikan pemandangan alam lanskap sungai Oya, hijaunya pepohonan jati, dan hamparan sawah yang luas. Di pagi hari jika cuaca cerah maka kita bisa melihat sunrise dengan warna jingga keemasan dilengkapi udara pagi yang menyejukkan. Moment pagi hari ini memang sangat istimewa karena kita juga akan disuguhi kabut pegunungan yang lembut dan membuat kita seolah berdiri di atas lautan awan. Di sore hari, pesona keindahan yang ditawarkan tempat wisata ini sama sekali tidak berkurang. Kita bisa menikmati sunset yang syahdu dengan semilir angin yang sepoi menghilangkan segala penat untuk sesaat.

Bagi anda yang pecinta wisata penuh tantangan, anda bisa mencoba aktivitas tracking menyusuri jalanan terjal tentu dengan bonus keindahan alam yang juara. Salah satu yang menjadikan obyek wisata di Desa Girisuko ini semakin terkenal adalah keberadaan spot foto yang unik dan instagenic. Anda tak boleh melewatkan untuk berswafoto jika berkunjung ke sini. Spot foto paling populer adalah Spot Hasta Apsari.

Proses berdiri dan berkembangnya obyek wisata Watu Turunan ini tentu tak lepas dari usaha warga desa melalui Kelompok Tani Hutan kemasyarakatan (KTHKm). Mereka memulai merintis kawasan geopark ini di tahun 2010 berawal dari kegelisahan warga desa yang semuanya hampir bermatapencaharian sebagai petani dan ingin memiliki sumber pendapatan yang lain. Di sisi lain ternyata terjadi perubahan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi hutan lindung. Lalu mereka menyadari bahwa kawasan Desa Girisuko sebenarnya memiliki potensi yang jika dikembangkan sangat besar kemungkinannya untuk jadi obyek wisata. KTHKm Desa Girisuko kemudian mulai mengelola potensi obyek wisata yang ada. Berbenah membangun fasilitas dan sarana wisata, merancang paket wisata, dan tentunya gencar melakukan promosi ke berbagai pihak yang bisa diajak bekerja sama. Setelah waktu perjuangan yang cukup panjang usaha mereka membuahkan hasil. Obyek wisata Watu Payung Turunan mendapatan pengakuan dari UNESCO sebagai salah satu jaringan dari UNESCO Global Geopark dan kini jadi tujuan wisatawan dari berbagai daerah.

Sejarah nama Watu Turunan ini diilhami dari kepercayaan masyarakat setempat mengenai sejarah masuknya Agama Islam di Kerajaan Demak. Konon Putra dari Raden Patah merantau ke kawasan Panggang dan kemudian menikah dengan putri salah satu sesepuh Dusun Turunan bernama Ki Dolog. Putra Raden Patah ini sering bertapa di kawasan tersebut hingga suatu ketika kehausan dan setelah mencari cukup lama beliau menemukan mata air di bawah sebuah batu besar. Dari situlah batu tempat Putra Raden Patah menemukan air dijadikan ikon wisata dengan harapan bisa menjadi payung pelindung bagi masyarakat Desa Girisuko.

Saat ini fasilitas di obyek wisata Watu Payung Turunan sudah cukup lengkap, mulai dari kamar mandi, area parkir yang luas, warung makanan, mushola, dan gazebo untuk bersantai. Waktu yang disarankan untuk berkunjung ke sini adalah saat kemarau karena suasana di atas ketinggian akan terlihat cerah dan semakin indah.