Yogyakarta menawarkan berbagai destinasi wisata religi Islam yang kaya akan sejarah dan budaya. Berikut adalah beberapa tempat yang dapat Anda kunjungi:

  1. Masjid Gedhe Mataram Kotagede

Masjid Gedhe Mataram Kotagede yang didirikan pada tahun 1587 oleh Panembahan Senopati, merupakan masjid tertua di Yogyakarta dan menjadi saksi penyebaran Islam di Indonesia.

Selama bulan Ramadan, Masjid Gedhe Mataram Kotagede menawarkan pengalaman wisata religi yang kaya akan sejarah dan budaya. Pengunjung dapat menikmati arsitektur unik masjid yang mencerminkan akulturasi budaya Hindu, Buddha, dan Islam. Selain itu, kompleks makam raja-raja Mataram Islam yang terletak di sebelah barat masjid menjadi daya tarik tersendiri bagi para peziarah.

Masjid ini menyediakan berbagai fasilitas untuk mendukung kenyamanan jamaah dan wisatawan, termasuk area parkir, tempat wudu, dan aula serbaguna. Selama Ramadan, masjid mengadakan berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian, buka puasa bersama, dan salat Tarawih berjamaah. Pengunjung juga dapat menikmati kuliner khas yang dijajakan di sekitar masjid, menambah kekayaan pengalaman wisata religi di Kotagede.

Dengan sejarah yang kaya dan berbagai kegiatan menarik, Masjid Gedhe Mataram Kotagede menjadi destinasi wisata religi yang layak dikunjungi, terutama selama bulan suci Ramadan.

2. Masjid Gedhe Kauman

Masjid Gedhe Kauman, yang terletak di pusat Kota Yogyakarta, adalah salah satu masjid tertua dan paling bersejarah di Indonesia. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga merupakan simbol keagungan budaya dan sejarah Islam di Yogyakarta.

Didirikan pada abad ke-18, tepatnya pada tahun 1773, Masjid Gedhe Kauman memiliki nilai historis yang sangat penting bagi masyarakat Yogyakarta. Masjid ini dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I sebagai bagian dari kompleks Keraton Yogyakarta dan menjadi pusat perkembangan agama Islam di daerah tersebut. Keberadaannya sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Mataram Islam yang turut mempengaruhi perjalanan budaya dan agama di Indonesia.

Masjid Gedhe Kauman dikenal dengan arsitekturnya yang megah dan khas, menggabungkan unsur-unsur arsitektur Jawa tradisional dan gaya arsitektur Islam. Salah satu daya tarik utama masjid ini adalah bentuk atapnya yang berundak, yang sering dianggap sebagai simbol ketuhanan dalam budaya Jawa. Keindahan dan kemegahan masjid ini membuatnya menjadi salah satu ikon penting di Yogyakarta.

Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Gedhe Kauman juga menjadi pusat kegiatan keagamaan di Yogyakarta, termasuk pengajian, kegiatan sosial, dan berbagai acara keagamaan lainnya. Masjid ini juga menyimpan berbagai naskah kuno yang berharga dan menjadi pusat pembelajaran agama bagi masyarakat sekitar.

Masjid Gedhe Kauman merupakan salah satu objek wisata religi yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik dan internasional, yang tertarik untuk melihat lebih dekat keindahan arsitektur dan merasakan suasana spiritual yang kental di masjid ini.

3. Masjid Besar Pakualaman

Masjid Besar Pakualaman juga dikenal sebagai Masjid Pakualaman, adalah salah satu destinasi wisata religi yang kaya akan nilai sejarah dan budaya di Yogyakarta. Masjid ini didirikan oleh Sri Paduka Paku Alam II pada tahun 1831, setelah Perang Diponegoro, dan pembangunannya berlangsung dari tahun 1839 hingga 1858.

Masjid ini mencerminkan perpaduan antara gaya arsitektur Jawa tradisional dan elemen-elemen Islam Timur Tengah, dengan taman dan kolam yang menambah keindahan serta ketenangan suasana.

Keberadaan masjid ini juga menjadi bukti perkembangan Islam di wilayah Yogyakarta dan Ndalem Pura Pakualaman, serta menjadi bagian tak terpisahkan dari bangunan Puro Pakualaman dalam konsep Catur Gatra Tunggal.

4. Masjid Pathok Negoro 

Masjid Pathok Negoro merupakan serangkaian masjid bersejarah yang didirikan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I sebagai benteng spiritual Keraton Yogyakarta. Masjid-masjid ini berfungsi sebagai pusat dakwah dan syiar Islam, serta sebagai pengadilan agama pada masanya.

Mengunjungi Masjid Pathok Negoro menawarkan pengalaman wisata religi yang kaya akan nilai sejarah dan budaya. Setiap masjid memiliki ciri khas arsitektur yang mirip dengan Masjid Gedhe Kauman, namun dalam ukuran yang lebih kecil.

Beberapa masjid Pathok Negoro yang dapat Anda kunjungi antara lain:

Masjid Pathok Negoro Mlangi: Terletak di Mlangi Nogotirto Gamping Sleman. Lingkungan sekitar masjid ini dikenal sebagai kawasan di mana semua penduduknya memeluk agama Islam dan terdapat banyak pondok pesantren. Masjid ini juga menjadi tujuan wisata ziarah bagi masyarakat umum dan santri.

Masjid Pathok Negoro Plosokuning: Berada di Jalan Plosokuning Raya Minomartani Ngaglik Sleman. Masjid Jami Sulthoni Plosokuning memiliki nilai historis tinggi dan awalnya dibangun sebagai benteng spiritual Keraton Yogyakarta untuk menjaga spirit Islam dan tradisi Jawa. Desain dari bangunan masjid ini juga memiliki filosofi khusus dan membuat masjid ini menjadi unik, dibangun pada empat penjuru mata angin yang melambangkan sebuah simbol benteng perlindungan rohani Kraton Yogyakarta.

Masjid Pathok Negoro Dongkelan:Dikenal sebagai Masjid Nurul Huda Dongkelan Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga digunakan untuk acara pernikahan, rapat warga, pengajian, dan dibuka untuk kegiatan wisata religi di area masjid dan makam.

Masjid Pathok Negoro Wonokromo: Masjid Taqwa Wonokromo juga dianggap sebagai satu dari masjid pathok negara atau tiang negara yang menjadi simbol kekuatan Keraton Jogjakarta. Masjid ini terletak di Wonokromo Pleret Bantul.

Masjid Pathok Negoro Babadan: Masjid Ad-Darojat, salah satu dari lima masjid Pathok Negara yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1774. Masjid ini berfungsi sebagai penanda batas wilayah sekaligus pusat penyebaran agama Islam di sekitar Keraton Yogyakarta.

Terletak di Kampung Kauman Babadan Plumbon Banguntapan Bantul, masjid ini memiliki sejarah panjang. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1943, masjid ini pernah mengalami penggusuran karena lokasi tersebut akan digunakan sebagai gudang mesiu dan perpanjangan landasan pacu pangkalan udara Jepang. Bangunan asli masjid sempat dipindahkan ke Kentungan, sehingga yang tersisa hanyalah fondasi aslinya. Pada tahun 1969, Kiai Muthohar mengajukan permohonan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk membangun kembali masjid di lokasi aslinya.

Masjid Ad-Darojat memiliki denah persegi panjang berukuran 12,5 x 14 meter dengan atap tumpang bersusun ganjil dan mustaka berbentuk gada bersulur terbuat dari kuningan. Meskipun bangunan saat ini bukan struktur asli, masjid ini tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan yang aktif di komunitas setempat.