Sejarah keberadaan Masjid Gedhe Kauman tidak bisa dilepaskan dari Kraton Kasultanan Yogyakarta sebagai kerajaan Islam dalam perundingan Giyanti pada tahun 1755. Masjid Gedhe Kauman berdiri 18 tahun kemudian setelah perjanjian Giyanti. Keistimewaan Masjid Gedhe Kauman adalah satu-satunya masjid raya di Indonesia yang berumur lebih 200 tahun menyimpan begitu banyak potensi sejarah di dalamnya. Gaya arsitekturalnya yang kental dengan nuansa Kraton menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek wisata sejarah bagi wisatawan lokal maupun asing. Posisi Masjid Gedhe Kauman tidak jauh dari Kraton Yogyakarta, sebelah barat tepat disamping Alun-alun Utara. Secara administrasi masjid ini beralamat di Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.

Bila kita melihat bagian atap masjid ini menggunakan sistem atap tumpang tiga dengan mustaka yang mengilustrasikan daun kluwih dan gadha. Sistem atap tumpang tiga ini memiliki makna kesempurnaan hidup melalui tiga tahapan kehidupan manusia yaitu, Syariat, Makrifat dan Hakekat. Perubahan jaman dengan segala peristiwanya telah membuat bangunan masjid ini berkembang dan berbeda dengan masa lalunya. Pada tahun 1867 terjadi gempa besar yang meruntuhkan bangunan asli serambi Masjid Gedhe Kauman diganti dengan menggunakan material yang khusus diperuntukkan bagi bangunan kraton. Tidak ketinggalan pula lantai dasar masjid yang terbuat dari batu kali kini telah diganti dengan marmer dari Italia. Pesona dari Masjid Gedhe Kauman terletak pada beberapa keunikan salah satunya pemasangan batu kali putih pada dinding masjid tidak menggunakan semen dan unsure perekat lain, serta penggunaan kayu jati utuh yang telah berusia 200 tahun lebih sebagai penumpang bangunan masjid tersebut.

Seperti pada umumnya sebuah masjid raya, Masjid Gedhe Kauman terdiri dari masjid induk dengan satu ruang utama sebagai tempat untuk sholat yang dilengkapi tempat imam memimpin sholat atau mihrab. Samping kiri belakang mihrab terdapat maksura yang terbuat dari kayu jati bujur sangkar dengan lantai marmer yang lebih tinggi serta dilengkapi dengan tombak. Maksura difungsikan sebagai tempat pengamanan raja apabila Sri Sultan berkenan sholat berjamaah di Masjid Gedhe Kauman. Tidak jauh dari mihrab terdapat Mimbar yang berbentuk singgasana berundak sebagai tempat bagi khotib dalam menyampaikan khotbah Jumat. Mimbar dibuat dari kayu jati berhiaskan ukiran indah berbentuk ornament stilir tumbuh-tumbuhan dan bunga di prada emas.

Selain ruang inti masjid induk juga dilengkapi dengan berbagai ruangan yang memiliki fungsi berbeda, seperti pawestren (tempat khusus bagi jamaah putri), yakihun (ruang khusus peristirahatan para ulama, khotib, dan merbot), blumbang (kolam), dan tentu saja serambi masjid. Bagian lain dari kompleks Masjid Gedhe pada masa sekarang adalah KUA, kantor Takmir, Pagongan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan gamelan Sekaten, Pajagan yang dulunya digunakan sebagai tempat prajurit kraton berjaga dan terletak memanjang di kanan kiri gapura, serta regol atau gapura yang berbentuk Semar Tinandu dan merupakan pintu gerbang utama kompleks masjid.

Tak jauh berbeda dengan masjid atau mushalla pada umumnya, menyambut bulan Ramadhan Masjid Gedhe juga menyiapkan rangkaian acara dan takjilan buka bersama yang tiap harinya dikunjungi hingga 600 orang jamaah. Menurut Julianto Supardi, ketua panitia Ramadhan Masjid Gedhe, bahkan terdapat hari khusus dengan menu spesial. Setiap hari Kamis kami (panitia-red) khusus menyembelih kambing dan menyediakan Gulai Kambing sebagai menu buka puasa. Jika anda bukan penderita tekanan darah tinggi akut, penulis rasa, menu special tersebut patut untuk dicoba dan jangan lupa untuk membawa kamera jika Anda tidak ingin melewatkan wisata religi dari nilai sejarah serta kemegahan yang unik dari arsitektur masjid tertua di Jogja tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here