Tlogo Mardido atau yang juga dikenal dengan nama Tlogo Guyangan adalah cekungan yang di lokasi tersebut terdapat mata air. Sumber mata air (belik) tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar serta untuk irigasi. Tlogo Guyangan ini memiliki kisah yang cukup menarik dan masih dituturkan warga hingga sekarang. Menurut warga setempat, Tlogo Mardido (Tlogo Guyangan) dahulu merupakan tempat untuk memandikan Kuda Sembrani yang digunakan para bidadari. Konon setiap kuda sembrani yang turun akan menginjakkan kaki di batu besar yang ada di samping mata air (belik). Aktivitas memandikan Kuda Sembrani ini dalam bahasa Jawa disebut Guyang, akhirnya cekungan berisi air atau telaga ini diberi nama Tlogo Guyangan.
Air dari Tlogo Guyangan ini senantiasa memenuhi kebutuhan warga walau kondisi kemarau panjang. Para wisatawan juga bisa menikmati kesegaran air di mata air Tlogo Guyangan dengan tetap mematuhi tata krama masyarakat dan senantiasa berperilaku sopan. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan terhadap kepercayaan lokal yang dimiliki oleh warga setempat. Saat ini, Tlogo Guyangan telah tertutup lumpur dan tanah serta hanya menyisakan mata airnya saja. Lumpur atau tanah yang menutupi Tlogo Guyangan ini dimanfaatkan warga sebagai lahan persawahan.
Tlogo Guyangan – The Sacred Horse Bathing Place
Tlogo Mardido,” also known as Tlogo Guyangan, is a basin where there is a spring. The spring water (known as “belik”) from this source is used to fulfill the daily needs of the surrounding community and for irrigation purposes. Tlogo Guyangan has an interesting story that is still told by the locals to this day. According to local residents, it was once a place for bathing the mythical Sembrani horses used by celestial beings. It is said that each Sembrani horse that descended would step its hooves on a large rock next to the spring (belik). The activity of bathing the Sembrani horses is called “Guyang” in Javanese, and this is how the depression filled with water came to be known as Tlogo Guyangan.
The water from Tlogo Guyangan continually fulfills the needs of the local community, even during long dry spells. Tourists can also enjoy the freshness of the water from the Tlogo Guyangan spring while respecting the local customs and maintaining polite behavior. This is done as a sign of respect for the local beliefs held by the community. Currently, Tlogo Guyangan has been covered with mud and soil, with only its spring remaining visible. The mud or soil that covers Tlogo Guyangan is utilized by the locals as agricultural land