Falsafah jemparingan atau memanah yaitu “panenthange gandewa pamanthenge cipta”, bahwa dalam memanah mengutamakan konsentrasi. Melihat sasaran dengan mata hati bukan dengan mata, demikian disampaikan oleh KRT. Jatiningrat, SH, dalam acara Lomba Jemparingan Mataram ‘Piala Ekalaya’ Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Lomba jemparingan gaya Mataraman diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DIY dan Paguyuban Jemparingan Mataram Gandhewa Mataram Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, di Alun-alun Kidul, Kemantren Kraton, Yogyakarta, Sabtu (30/7). Dimeriahkan dengan tarian dari Sanggar Tari Kerincing Manis dan Parade Bregada Winata Manggala, Kasihan, Bantul.
Diikuti oleh lebih dari 120 peserta, yang terbagi peserta dewasa dan anak-anak dari 4 kabupaten dan kota se DIY, serta dari luar diantaranya dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Juga dihadiri oleh Kepala Bappeda DIY, Paniradya Pati Kaistimewan, Dinas Pariwisata Kabupaten/ Kota se DIY, dan Forkocam Kemantren Kraton Yogyakarta.
“Jemparingan atau memanah merupakan salah satu pelajaran sejak pemerintahan Sultan HB I, tahun 1757 ketika beliau (Sultan HB I) mendirikan Sekolah Tamanan, dua tahun setelah Perjanjian Giyanti,” terang Romo Tirun, sapaan akrab KRT. Jatiningrat, SH.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharja, SH, MEd mengungkapkan, bahwa lomba jemparingan atau panahan yang diselenggarakan ini adalah gagrak (model) baru. Sebelumnya lomba panahan juga pernah digelar dengan memperebutkan Piala Hamengku Buwono dan Paku Alam, namun berhenti dikarenakan adanya pandemi.